1. Maulwi Saelan:
Maulwi Saelan (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Agustus 1928; umur 85 tahun) yaitu salah satu pemain sebak bola legendaris dan juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia juga pernah menjadi salah satu ajun eksklusif presiden Soekarno. Selain itu ia dikenal juga sebagai pendiri Taman Siswa Makassar.
Maulwi Saelan merupakan anak Amin Saelan, tokoh nasional di Makassar dan pendiri Taman Siswa di kota itu. Dia bergabung dengan tim nasional Indonesia kala 1954-1958 dan berkontribusi besar dalam keberhasilan Indonesia menembus empat besar Asian Games 1954 dan meraih medali perungggu di Asian Games 1958.
Salah satu penampilan heroik Maulwi yaitu ketika menghadapi Rusia di Olimpiade Melbourne, 17 November 1958. Indonesia kala itu berhasil menahan imbang Uni Soviet yang merupakan salah satu tim terkuat Eropa dan dunia. Maulwi Saelan berjibaku menahan gempuran Igor Netto, Sergei Salnikov, dan Boris Tatushin. Skor 0-0 bertahan hingga selesai pertandingan.
Maulwi Saelan (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Agustus 1928; umur 85 tahun) yaitu salah satu pemain sebak bola legendaris dan juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia juga pernah menjadi salah satu ajun eksklusif presiden Soekarno. Selain itu ia dikenal juga sebagai pendiri Taman Siswa Makassar.
Maulwi Saelan merupakan anak Amin Saelan, tokoh nasional di Makassar dan pendiri Taman Siswa di kota itu. Dia bergabung dengan tim nasional Indonesia kala 1954-1958 dan berkontribusi besar dalam keberhasilan Indonesia menembus empat besar Asian Games 1954 dan meraih medali perungggu di Asian Games 1958.
Salah satu penampilan heroik Maulwi yaitu ketika menghadapi Rusia di Olimpiade Melbourne, 17 November 1958. Indonesia kala itu berhasil menahan imbang Uni Soviet yang merupakan salah satu tim terkuat Eropa dan dunia. Maulwi Saelan berjibaku menahan gempuran Igor Netto, Sergei Salnikov, dan Boris Tatushin. Skor 0-0 bertahan hingga selesai pertandingan.
2. Yudo Hadianto:
Yudo Hadianto (lahir di Solo, Jawa Tengah, 19 September 1941; umur 72 tahun) yaitu salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia kala 1960-an dan 1970-an. Pada masanya ia sempat diakui sebagi kiper terbaik Asia. Selain itu ia pernah kuliah di Fakultas Ekonomi UI periode 1960-1963 tetapi tidak selesai.
Yudo Hadianto (lahir di Solo, Jawa Tengah, 19 September 1941; umur 72 tahun) yaitu salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia kala 1960-an dan 1970-an. Pada masanya ia sempat diakui sebagi kiper terbaik Asia. Selain itu ia pernah kuliah di Fakultas Ekonomi UI periode 1960-1963 tetapi tidak selesai.
3.Yuswardi:
Yuswardi (lahir di Medan, Sumatera Utara, 2 Juli 1945; umur 68 tahun) yaitu mantan pemain nasional sepak bola Indonesia pada kala 1970-an yang ketika ini melatih tim PSMS Medan. Bersama Hengky Heipon ia juga pernah melatih timnas PSSI Perserikatan
Yuswardi (lahir di Medan, Sumatera Utara, 2 Juli 1945; umur 68 tahun) yaitu mantan pemain nasional sepak bola Indonesia pada kala 1970-an yang ketika ini melatih tim PSMS Medan. Bersama Hengky Heipon ia juga pernah melatih timnas PSSI Perserikatan
4.Simson Rumahpasal:
Simson Rumah Pasal (lahir di Desa Lohiatala, Seram Barat, Maluku, 21 Agustus 1950; umur 63 tahun) yaitu mantan pemain nasional sepak bola Indonesia pada kala 1970-an dan awal 1990-an
Spesialis bek kanan dan Mantan pemain nasional berdarah Maluku ini cukup usang membela tim Merah Putih. Kepiawaiannya menghalau serangan yang tiba dari sektor kiri, menciptakan posisi bek kanan timnas selalu dipercayakan pada Simson di kala pertengahan 70-an hingga awal 80-an.
Tak kurang dari delapan tahun Simson mengawal sektor pertahanan timnas. Dalam kurun itu, ia sempat tampil di sejumlah ajang internasional, menyerupai Merdeka Games, Pra Olimpiade, King’s Cup, SEA Games dan Pra Piala Dunia.
Usai gantung sepatu, Simson mempunyai impian untuk membagi ilmu yang dimilikinya pada para pemain muda dan membuatnya kini menekuni profesi gres sebagai pelatih.
Sebagai pelatih, Simon tercatat sempat bergabung dengan sederet klub diantaranya Persikota Tangerang, Warna Agung, Persita Tangerang, Persijatim Jakarta Timur, PS Ketapang, Persipon Pontianak, Persika Karawang dan PS ABRI.
Simson Rumah Pasal (lahir di Desa Lohiatala, Seram Barat, Maluku, 21 Agustus 1950; umur 63 tahun) yaitu mantan pemain nasional sepak bola Indonesia pada kala 1970-an dan awal 1990-an
Spesialis bek kanan dan Mantan pemain nasional berdarah Maluku ini cukup usang membela tim Merah Putih. Kepiawaiannya menghalau serangan yang tiba dari sektor kiri, menciptakan posisi bek kanan timnas selalu dipercayakan pada Simson di kala pertengahan 70-an hingga awal 80-an.
Tak kurang dari delapan tahun Simson mengawal sektor pertahanan timnas. Dalam kurun itu, ia sempat tampil di sejumlah ajang internasional, menyerupai Merdeka Games, Pra Olimpiade, King’s Cup, SEA Games dan Pra Piala Dunia.
Usai gantung sepatu, Simson mempunyai impian untuk membagi ilmu yang dimilikinya pada para pemain muda dan membuatnya kini menekuni profesi gres sebagai pelatih.
Sebagai pelatih, Simon tercatat sempat bergabung dengan sederet klub diantaranya Persikota Tangerang, Warna Agung, Persita Tangerang, Persijatim Jakarta Timur, PS Ketapang, Persipon Pontianak, Persika Karawang dan PS ABRI.
5. Yohanes Auri:
Yohanes Auri atau dikenal dengan julukan Black Silent (lahir di Manokwari, Papua, 30 Oktober 1954; umur 59 tahun) yaitu pemain sepak bola Indonesia. Ia bermain sebagai pemain belakan pada tim Persipura dan Persija dan pernah menjadi anggota tim nasional sepak bola indonesia pada periode 1970-an.
6.Didik Darmadi:
Didik Darmadi (lahir di Solo, Jawa Tengah, 14 Maret 1960; umur 53 tahun) yaitu pemain sepak bola Indonesia. Ia beberapa kali terpilih sebagai anggota tim nasional Indonesia untuk Pra Piala Dunia. Didha, nama panggilannya, semenjak tahun 1981 tak pernah bolos dari tim nasional. Ia juga merupakan salah satu lulusan PSSI Binatama.
Pelatih yang membesarkannya yaitu Djamiat Dhalhar dan Sutjipto Suntoro. Karirnya diawali di klub Adidas HWM Solo, kemudian besar di klub Warna Agung. Pada tahun 1982, ia hijrah ke Indonesia Muda. Didha yaitu pengagum Anwar Sadat.
Posisi yang biasa ia mainkan yaitu sebagai pemain belakang.
Yohanes Auri atau dikenal dengan julukan Black Silent (lahir di Manokwari, Papua, 30 Oktober 1954; umur 59 tahun) yaitu pemain sepak bola Indonesia. Ia bermain sebagai pemain belakan pada tim Persipura dan Persija dan pernah menjadi anggota tim nasional sepak bola indonesia pada periode 1970-an.
6.Didik Darmadi:
Didik Darmadi (lahir di Solo, Jawa Tengah, 14 Maret 1960; umur 53 tahun) yaitu pemain sepak bola Indonesia. Ia beberapa kali terpilih sebagai anggota tim nasional Indonesia untuk Pra Piala Dunia. Didha, nama panggilannya, semenjak tahun 1981 tak pernah bolos dari tim nasional. Ia juga merupakan salah satu lulusan PSSI Binatama.
Pelatih yang membesarkannya yaitu Djamiat Dhalhar dan Sutjipto Suntoro. Karirnya diawali di klub Adidas HWM Solo, kemudian besar di klub Warna Agung. Pada tahun 1982, ia hijrah ke Indonesia Muda. Didha yaitu pengagum Anwar Sadat.
Posisi yang biasa ia mainkan yaitu sebagai pemain belakang.
7.Anwar Ujang:
Anwar Ujang (lahir di Cikampek, Karawang, Jawa Barat, 2 Maret 1945; umur 68 tahun) yaitu mantan pemain nasional sepak bola Indonesia di kala 1970-an dan 1980-an dari Klub Persika Karawang.
Sebelum menjadi pemain sepak bola sempat menjadi karyawan Pertamina pada tahun 1960.
Pemain dengan nomor punggung 5 ini pertama kali bergabung dengan PSSI pada April 1965 dan menjadi Kapten PSSI pada tahun 1971 - 1974. Pada masa jayanya, ia sering dijuluki Beckenbauer Indonesia dan bersama tim Indonesia sering melaksanakan pertandingan-pertandingan melawan tim dari Eropa dan Asia.
Anwar Ujang (lahir di Cikampek, Karawang, Jawa Barat, 2 Maret 1945; umur 68 tahun) yaitu mantan pemain nasional sepak bola Indonesia di kala 1970-an dan 1980-an dari Klub Persika Karawang.
Sebelum menjadi pemain sepak bola sempat menjadi karyawan Pertamina pada tahun 1960.
Pemain dengan nomor punggung 5 ini pertama kali bergabung dengan PSSI pada April 1965 dan menjadi Kapten PSSI pada tahun 1971 - 1974. Pada masa jayanya, ia sering dijuluki Beckenbauer Indonesia dan bersama tim Indonesia sering melaksanakan pertandingan-pertandingan melawan tim dari Eropa dan Asia.
8. Robby Darwis:
Robby Darwis (lahir di Bandung, Jawa Barat, 30 Oktober 1964; umur 49 tahun) yaitu seorang pemain sepak bola legendaris Indonesia yang populer pada tahun 1990-an dan merupakan salah satu bintang Persib Bandung pada kala tersebut.
Ia berposisi sebagai stoper (bek tengah). Pada trend pertama Liga Indonesia, ia membawa Persib menjadi juara sebagai kapten tim. Darwis pernah pula bermain di Liga Malaysia, memperkuat Kelantan FC. Di tim nasional Indonesia (1987-1997), ia tampil sebanyak 53 kali dan mencetak 6 gol.
Di Liga Indonesia 2007 Robby Darwis menjadi asisten instruktur Persib (Arcan Iurie), dan cuti dari pekerjaan sebelumnya yaitu sebagai bankir di BNI 1946.
Tahun 2010 Robby menjadi instruktur sementara Persib menggantikan Jaya Hartono yang mundur. Tahun 2011 Robby menjadi instruktur tetap Persib, di AFF 2012 ia jadi asisten pelatih.
Robby Darwis (lahir di Bandung, Jawa Barat, 30 Oktober 1964; umur 49 tahun) yaitu seorang pemain sepak bola legendaris Indonesia yang populer pada tahun 1990-an dan merupakan salah satu bintang Persib Bandung pada kala tersebut.
Ia berposisi sebagai stoper (bek tengah). Pada trend pertama Liga Indonesia, ia membawa Persib menjadi juara sebagai kapten tim. Darwis pernah pula bermain di Liga Malaysia, memperkuat Kelantan FC. Di tim nasional Indonesia (1987-1997), ia tampil sebanyak 53 kali dan mencetak 6 gol.
Di Liga Indonesia 2007 Robby Darwis menjadi asisten instruktur Persib (Arcan Iurie), dan cuti dari pekerjaan sebelumnya yaitu sebagai bankir di BNI 1946.
Tahun 2010 Robby menjadi instruktur sementara Persib menggantikan Jaya Hartono yang mundur. Tahun 2011 Robby menjadi instruktur tetap Persib, di AFF 2012 ia jadi asisten pelatih.
9.Ronny Pattinasarani:
Ronald Hermanus Pattinasarany atau lebih dikenal dengan nama Ronny Pattinasarany (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 9 Februari 1949 – meninggal di Jakarta, 19 September 2008 pada umur 59 tahun) yaitu instruktur sepak bola Indonesia dan salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia.
Ronny meninggal dunia pada Jumat-19 September 2008, pukul 13:30 WIB, dalam usia 59 tahun, akhir kanker hati yang dideritanya semenjak Desember 2007. Ronny pergi meninggalkan seorang istri, Stella Pattinasarany, dan 3 anak: Benny, Yerry, dan Cita yang mendampinginya hingga saat-saat terakhir di Rumah Sakit Omni Medical Center, Pulo Mas, Jakarta Timur.
Ronald Hermanus Pattinasarany atau lebih dikenal dengan nama Ronny Pattinasarany (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 9 Februari 1949 – meninggal di Jakarta, 19 September 2008 pada umur 59 tahun) yaitu instruktur sepak bola Indonesia dan salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia.
Ronny meninggal dunia pada Jumat-19 September 2008, pukul 13:30 WIB, dalam usia 59 tahun, akhir kanker hati yang dideritanya semenjak Desember 2007. Ronny pergi meninggalkan seorang istri, Stella Pattinasarany, dan 3 anak: Benny, Yerry, dan Cita yang mendampinginya hingga saat-saat terakhir di Rumah Sakit Omni Medical Center, Pulo Mas, Jakarta Timur.
10.Herry Kiswanto:
Herry Kiswanto (lahir di Banda Aceh, Aceh, 25 April 1955; umur 58 tahun) yaitu seorang instruktur sepak bola Indonesia dan salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia. Posisinya di lapangan sebagai libero. Dalam kariernya ia hanya pernah mendapat sekali kartu kuning.
Herry memulai karir sebagai pemain pada 1979, ketika ia bergabung dengan Pardedetex Medan sehabis pemilik klub TD Pardede tertarik dengan permainannya. Awalnya ia berposisi gelandang, namun mengikuti saran dari Kamaruddin Panggabean, ia mulai bermain sebagai libero.
4 tahun kemudian ia pindah ke Yanita Utama, dan bermain 2 tahun sebelum pindah ke Krama Yudha Tiga Berlian pada 1985.Dia mencapai kesuksesan bersama Yanita Utama and Krama Yudha Tiga Berlian sebagai juara Galatama selama 4 tahun berturut-turut pada kala 1983–1987.Dia bertahan di Krama Yudha Tiga Berlian hingga 1991.
Dia populer sebagai pemain yang sportif dimana ia hanya mendapat satu kartu kuning dalam 17 tahun karir. Kartu itu didapatnya ketika memperkuat Krama Yudha Tiga Berlian melawan tuan rumah Pelita Jaya di Stadion Lebak Bulus, Jakarta, sehabis memprotes (dalam kiprahnya sebagai kapten) keputusan wasit.
Herry Kiswanto (lahir di Banda Aceh, Aceh, 25 April 1955; umur 58 tahun) yaitu seorang instruktur sepak bola Indonesia dan salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia. Posisinya di lapangan sebagai libero. Dalam kariernya ia hanya pernah mendapat sekali kartu kuning.
Herry memulai karir sebagai pemain pada 1979, ketika ia bergabung dengan Pardedetex Medan sehabis pemilik klub TD Pardede tertarik dengan permainannya. Awalnya ia berposisi gelandang, namun mengikuti saran dari Kamaruddin Panggabean, ia mulai bermain sebagai libero.
4 tahun kemudian ia pindah ke Yanita Utama, dan bermain 2 tahun sebelum pindah ke Krama Yudha Tiga Berlian pada 1985.Dia mencapai kesuksesan bersama Yanita Utama and Krama Yudha Tiga Berlian sebagai juara Galatama selama 4 tahun berturut-turut pada kala 1983–1987.Dia bertahan di Krama Yudha Tiga Berlian hingga 1991.
Dia populer sebagai pemain yang sportif dimana ia hanya mendapat satu kartu kuning dalam 17 tahun karir. Kartu itu didapatnya ketika memperkuat Krama Yudha Tiga Berlian melawan tuan rumah Pelita Jaya di Stadion Lebak Bulus, Jakarta, sehabis memprotes (dalam kiprahnya sebagai kapten) keputusan wasit.
11.Iswadi Idris:
Iswadi Idris (lahir di Banda Aceh, Aceh, 18 Maret 1948 – meninggal di Jakarta, 11 Juli 2008 pada umur 60 tahun) yaitu salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia . Pemain yang dijuluki "Boncel" sebab tubuhnya relatif pendek (tinggi 165 cm) ini termasuk pemain paling berbakat yang dimiliki Indonesia. Ia memperkuat timnas PSSI sebagai pemain gelandang pada kala 1960-an dan 1970-an. Selama menjadi pemain, Bang Is, demikian ia erat disapa, sangat menggemari nomor punggung 13.Bersama dengan Soetjipto Soentoro, Abdul Kadir, dan Jacob Sihasale, dikenal dengan sebutan "kuartet tercepat di Asia" berkat kecepatan dan kelincahan mereka yang luar biasa. Iswadi juga populer sebagai pemain yang mempunyai visi yang luas, disiplin, keras, dan berkarakter, baik di dalam maupun luar lapangan. Karena sosoknya tersebut, ia terpilih menjadi kapten timnas semenjak awal 1970 hingga 1980. Tak hanya piawai di posisi gelandang, sejumlah posisi lainnya pun sempat ia lakoni selama membela timnas, mulai dari bek kanan hingga sweeper. Ia pun menjadi penggagas pemain serba bisa yang jago dalam berganti-ganti posisi sebelum diteruskan oleh Ronny Pattinasarani. Berkat kepiawaiannya tersebut Bang Is berhasil menjadi pemain Indonesia pertama yang dikontrak oleh klub absurd yaitu Western Suburbs, Australia di tahun 1974-1975.
Iswadi Idris (lahir di Banda Aceh, Aceh, 18 Maret 1948 – meninggal di Jakarta, 11 Juli 2008 pada umur 60 tahun) yaitu salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia . Pemain yang dijuluki "Boncel" sebab tubuhnya relatif pendek (tinggi 165 cm) ini termasuk pemain paling berbakat yang dimiliki Indonesia. Ia memperkuat timnas PSSI sebagai pemain gelandang pada kala 1960-an dan 1970-an. Selama menjadi pemain, Bang Is, demikian ia erat disapa, sangat menggemari nomor punggung 13.Bersama dengan Soetjipto Soentoro, Abdul Kadir, dan Jacob Sihasale, dikenal dengan sebutan "kuartet tercepat di Asia" berkat kecepatan dan kelincahan mereka yang luar biasa. Iswadi juga populer sebagai pemain yang mempunyai visi yang luas, disiplin, keras, dan berkarakter, baik di dalam maupun luar lapangan. Karena sosoknya tersebut, ia terpilih menjadi kapten timnas semenjak awal 1970 hingga 1980. Tak hanya piawai di posisi gelandang, sejumlah posisi lainnya pun sempat ia lakoni selama membela timnas, mulai dari bek kanan hingga sweeper. Ia pun menjadi penggagas pemain serba bisa yang jago dalam berganti-ganti posisi sebelum diteruskan oleh Ronny Pattinasarani. Berkat kepiawaiannya tersebut Bang Is berhasil menjadi pemain Indonesia pertama yang dikontrak oleh klub absurd yaitu Western Suburbs, Australia di tahun 1974-1975.
12.Junaedi Abdillah:
*tengah
Junaedi Abdillah (lahir di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat, 21 Februari 1948; umur 65 tahun) yaitu mantan pemain nasional sepak bola Indonesia.
Junaidi menimba ilmu sepak bola bersama klub Indonesia Muda. Dia juga pernah mencar ilmu di Diklat Salatiga pada 1960-an bersama Oyong Liza, Sartono Anwar dan Harsoyo. Dari Salatiga, Junaidi dan Oyong dipanggil masuk tim nasional junior. Di tim yang disebut PSSI B itu, mereka berhasil menjadi runner-up Kejuaraan Juior Asia 1967 di bawah Israel. Ketika itu, Federasi Sepak Bola Israel masih tergabung di zona Asia.
Keberhasilan itu mengantar Junaidi dan beberapa rekan lainnya menyerupai Oyong, Suaeb Rizal, Harsoyo, Abdul Kadir, Waskito dan Bob Permadi ke tim nasional senior atau PSSI A. Di tim ini, mereka bersaing dengan seniornya menyerupai Soetjipto Soentoro dan Jacob Sihasale. Junaidi juga pernah memperkuat Indonesia di kualifikasi Olimpiade Munich 1972 bersama dengan Iswadi Idris dan Ronny Pattinasarani.
*tengah
Junaedi Abdillah (lahir di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat, 21 Februari 1948; umur 65 tahun) yaitu mantan pemain nasional sepak bola Indonesia.
Junaidi menimba ilmu sepak bola bersama klub Indonesia Muda. Dia juga pernah mencar ilmu di Diklat Salatiga pada 1960-an bersama Oyong Liza, Sartono Anwar dan Harsoyo. Dari Salatiga, Junaidi dan Oyong dipanggil masuk tim nasional junior. Di tim yang disebut PSSI B itu, mereka berhasil menjadi runner-up Kejuaraan Juior Asia 1967 di bawah Israel. Ketika itu, Federasi Sepak Bola Israel masih tergabung di zona Asia.
Keberhasilan itu mengantar Junaidi dan beberapa rekan lainnya menyerupai Oyong, Suaeb Rizal, Harsoyo, Abdul Kadir, Waskito dan Bob Permadi ke tim nasional senior atau PSSI A. Di tim ini, mereka bersaing dengan seniornya menyerupai Soetjipto Soentoro dan Jacob Sihasale. Junaidi juga pernah memperkuat Indonesia di kualifikasi Olimpiade Munich 1972 bersama dengan Iswadi Idris dan Ronny Pattinasarani.
13.Zulkarnaen Lubis:
Zulkarnaen Lubis (lahir di Binjai, Sumatera Utara, 21 Desember 1958; umur 54 tahun) yaitu salah seorang mantan pemain nasional sepak bola Indonesia dari klub PSMS Medan pada kala 1970-an. Dia yaitu pemain PSMS Medan (1979-1980) dan Mercu Buana Medan (1981-1982), sebelum memperkuat klub-klub elite di Pulau Jawa, di antaranya Yanita Utama Bogor.
Pada eranya ia sering dijuluki sebagai Maradona Indonesia sebab ia sering beroperasi di lini tengah, gocekan dan umpan-umpan matang dari kaki Zulkarnaen menciptakan para penyerang depan menyerupai mendapat pelayanan kelas satu. Visi bermain bola yang tinggi menciptakan Zulkarnaen bisa membaca pergerakkan pemain belakang lawan sekaligus memilih ke mana sahabat di lini depan harus bergerak. Singkatnya, agresi pemain yang pada masa jayanya mempunyai ciri rambut gondrong ini memang sangat memikat.
Talenta itu juga yang membawa Zulkarnaen menghuni skuat timnas. Di tim Merah Putih, striker menyerupai Bambang Nurdiansyah, Dede Sulaiman dan Noah Meriem mencicipi sekali matangnya umpan-umpan Zulkarnaen. SEA Games, Pra Piala Dunia, dan Asian Games yaitu ajang-ajang internasional yang pernah diikuti Zulkarnaen.
Di level klub, pemain ini sempat mengecap prestasi puncak bersama Krama Yudha Tiga Berlian. Dua kali Zulkarnaen mengantarkan klub ini ke jenjang juara Kompetisi Galatama.
Zulkarnaen Lubis (lahir di Binjai, Sumatera Utara, 21 Desember 1958; umur 54 tahun) yaitu salah seorang mantan pemain nasional sepak bola Indonesia dari klub PSMS Medan pada kala 1970-an. Dia yaitu pemain PSMS Medan (1979-1980) dan Mercu Buana Medan (1981-1982), sebelum memperkuat klub-klub elite di Pulau Jawa, di antaranya Yanita Utama Bogor.
Pada eranya ia sering dijuluki sebagai Maradona Indonesia sebab ia sering beroperasi di lini tengah, gocekan dan umpan-umpan matang dari kaki Zulkarnaen menciptakan para penyerang depan menyerupai mendapat pelayanan kelas satu. Visi bermain bola yang tinggi menciptakan Zulkarnaen bisa membaca pergerakkan pemain belakang lawan sekaligus memilih ke mana sahabat di lini depan harus bergerak. Singkatnya, agresi pemain yang pada masa jayanya mempunyai ciri rambut gondrong ini memang sangat memikat.
Talenta itu juga yang membawa Zulkarnaen menghuni skuat timnas. Di tim Merah Putih, striker menyerupai Bambang Nurdiansyah, Dede Sulaiman dan Noah Meriem mencicipi sekali matangnya umpan-umpan Zulkarnaen. SEA Games, Pra Piala Dunia, dan Asian Games yaitu ajang-ajang internasional yang pernah diikuti Zulkarnaen.
Di level klub, pemain ini sempat mengecap prestasi puncak bersama Krama Yudha Tiga Berlian. Dua kali Zulkarnaen mengantarkan klub ini ke jenjang juara Kompetisi Galatama.
14.Rully Nere:
Rully Rudolf Nere (lahir di Papua, 13 Mei 1957; umur 56 tahun) yaitu salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia.[1] Ia pernah memperkuat timnas nasional beberapa kali pada periode tahun 1980-an. Dalam kompetisi liga, ia memperkuat Persipura Jayapura.
Saat ini ia yaitu instruktur dari Pro Titan Football Club. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Pembinaan Usia Muda PSSI periode 2003 - 2007. Sebelumnya ia pernah melatih PSPS Pekanbaru, Persiba Bantul, PS Palembang, dan PSSI U-20.
Mitchell Leandro Nere, anak dari Rully Nere kini bermain untuk Pro Titan dalam kompetisi Divisi Utama.
Rully Rudolf Nere (lahir di Papua, 13 Mei 1957; umur 56 tahun) yaitu salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia.[1] Ia pernah memperkuat timnas nasional beberapa kali pada periode tahun 1980-an. Dalam kompetisi liga, ia memperkuat Persipura Jayapura.
Saat ini ia yaitu instruktur dari Pro Titan Football Club. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Pembinaan Usia Muda PSSI periode 2003 - 2007. Sebelumnya ia pernah melatih PSPS Pekanbaru, Persiba Bantul, PS Palembang, dan PSSI U-20.
Mitchell Leandro Nere, anak dari Rully Nere kini bermain untuk Pro Titan dalam kompetisi Divisi Utama.
15.Nobon Kayamudin:
Nobon Kayamudin (karier 1971-1979) yaitu salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia. Dia berposisi sebagai gelandang. Dia juga mendapat julukan Biang Kerok. Bermain di Divisi Satu yaitu sejarah terburuk bagi salah satu tim pilar Liga Indonesia ini. Namun, di bawah tangan cuek instruktur Nobon Kayamudin, PSMS berhasil promosi ke Divisi Utama. Kendati membawa PSMS promosi, Nobon didepak oleh klub dan kemudian digantikan oleh instruktur Sutan Harhara.
Nobon Kayamudin (karier 1971-1979) yaitu salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia. Dia berposisi sebagai gelandang. Dia juga mendapat julukan Biang Kerok. Bermain di Divisi Satu yaitu sejarah terburuk bagi salah satu tim pilar Liga Indonesia ini. Namun, di bawah tangan cuek instruktur Nobon Kayamudin, PSMS berhasil promosi ke Divisi Utama. Kendati membawa PSMS promosi, Nobon didepak oleh klub dan kemudian digantikan oleh instruktur Sutan Harhara.
16.Surya Lesmana:
Liem Soei Liang alias Surya Lesmana 列姆隋亮 (lahir di Balaraja, Tangerang, 20 Mei 1944 – meninggal di Glodok, Jakarta Barat, 8 Agustus 2012 pada umur 68 tahun) yaitu seorang pemain sepak bola populer Indonesia di kala tahun 1960an. Ia memperkuat tim nasional PSSI selama 10 tahun (1963-1972) dan Persija Jakarta selama 14 tahun (1962-1975). Ketika masa jayanya, Surya Lesmana dikenal sebagai gelandang jempolan yang mempunyai kemampuan menyerang ataupun bertahan sama baiknya.
Liem Soei Liang alias Surya Lesmana 列姆隋亮 (lahir di Balaraja, Tangerang, 20 Mei 1944 – meninggal di Glodok, Jakarta Barat, 8 Agustus 2012 pada umur 68 tahun) yaitu seorang pemain sepak bola populer Indonesia di kala tahun 1960an. Ia memperkuat tim nasional PSSI selama 10 tahun (1963-1972) dan Persija Jakarta selama 14 tahun (1962-1975). Ketika masa jayanya, Surya Lesmana dikenal sebagai gelandang jempolan yang mempunyai kemampuan menyerang ataupun bertahan sama baiknya.
17.M Basri:
Basri memulai kariernya di Klub MOS pada tahun 1961 dan dilanjutkan di klub Pardedetex dan HBS Surabaya.
Basri sempat membela timnas di Asian Games 1962. Pada ketika itu, Indonesia menjadi tuan rumah pesta olahraga se-Asia. Selanjutnya, Basri terus tampil pada dua Asian Games berikutnya. Ia juga menjadi pecahan timnas ketika Indonesia turun di Ganefo.
Persebaya Surabaya yaitu tim pertama yang diasuh Basri. Pada trend 1977, Basri berhasil mengantarkan Persebaya jadi juara Kompetisi Perserikatan. Usai menawarkan prestasi puncak bagi Persebaya, Basri pindah ke Niac Mitra. Nampaknya Basri juga ingin menjajal kerasnya Kompetisi Galatama. Lagi-lagi keampuhan racikan Basri terbukti. Tiga kali Niac Mitra dibawa Basri jadi juara Galatama, masing-masing pada 1981, 1982, dan 1986.
Kenyang mencicipi persaingan di kala Kompetisi Perserikatan dan Galatama, karier Basri sebagai instruktur terus berlanjut ketika sepak bola Indonesia memasuki fase Liga Indonesia. Sebagai putra derah, di awal Liga Indonesia bergulir, Basri sangat gembira bisa menukangi PSM Makassar. Nyaris saja Piala Presiden, lambang supremasi Liga Indonesia berhasil dipersembahkan Basri bagi tanah kelahirannya. Sayang, di final Liga Indonesia 1995/1996, PSM Makassar kalah 0-2 dari Mastrans Bandung Raya di final. PSM Makassar pun gagal jadi juara Liga Indonesia untuk kali pertama.
Sebagai pelatih, Basri dikenal keras dan tegas. Ia selalu menegakkan disiplin tinggi pada tiap tim yang diasuhnya. Hingga kini, Basri bisa dikatakan sebagai instruktur lokal paling senior yang masih beredar di kancah sepak bola nasional Indonesia.
Basri memulai kariernya di Klub MOS pada tahun 1961 dan dilanjutkan di klub Pardedetex dan HBS Surabaya.
Basri sempat membela timnas di Asian Games 1962. Pada ketika itu, Indonesia menjadi tuan rumah pesta olahraga se-Asia. Selanjutnya, Basri terus tampil pada dua Asian Games berikutnya. Ia juga menjadi pecahan timnas ketika Indonesia turun di Ganefo.
Persebaya Surabaya yaitu tim pertama yang diasuh Basri. Pada trend 1977, Basri berhasil mengantarkan Persebaya jadi juara Kompetisi Perserikatan. Usai menawarkan prestasi puncak bagi Persebaya, Basri pindah ke Niac Mitra. Nampaknya Basri juga ingin menjajal kerasnya Kompetisi Galatama. Lagi-lagi keampuhan racikan Basri terbukti. Tiga kali Niac Mitra dibawa Basri jadi juara Galatama, masing-masing pada 1981, 1982, dan 1986.
Kenyang mencicipi persaingan di kala Kompetisi Perserikatan dan Galatama, karier Basri sebagai instruktur terus berlanjut ketika sepak bola Indonesia memasuki fase Liga Indonesia. Sebagai putra derah, di awal Liga Indonesia bergulir, Basri sangat gembira bisa menukangi PSM Makassar. Nyaris saja Piala Presiden, lambang supremasi Liga Indonesia berhasil dipersembahkan Basri bagi tanah kelahirannya. Sayang, di final Liga Indonesia 1995/1996, PSM Makassar kalah 0-2 dari Mastrans Bandung Raya di final. PSM Makassar pun gagal jadi juara Liga Indonesia untuk kali pertama.
Sebagai pelatih, Basri dikenal keras dan tegas. Ia selalu menegakkan disiplin tinggi pada tiap tim yang diasuhnya. Hingga kini, Basri bisa dikatakan sebagai instruktur lokal paling senior yang masih beredar di kancah sepak bola nasional Indonesia.
18. Thio Him Tjiang:
Thio Him Tjiang (lahir di Jakarta, 28 Agustus 1929; umur 84 tahun) yaitu seorang pemain sepak bola Indonesia di kala tahun 1950an. Ia merupakan atlet berprestasi hasil binaan Klub Union Makes Strength (UMS), salah satu klub sepak bola tertua di Indonesia dan klub yang tergabung dalam Persija Jakarta.
Thio Him Tjiang besar dan tumbuh dari keluarga pemain sepak bola. Ayahnya, Thio Kioe Sen, yaitu pemain UMS. Thio Kioe Sen mempunyai tujuh anak, enam lelaki dan satu perempuan. Semua anak lelakinya; Thio Him Gwan, Thio Him Tjiang, Thio Him Toen, Thio Him Eng, Thio Him Boen, dan Thio Him Hok yaitu pemain UMS. Namun di antara semuanya yang paling populer yaitu Thio Him Tjiang.
Thio Him Tjiang dikenal sebagai orang yang mempunyai loyalitas tinggi. Ia tetap setia bermain untuk UMS walaupun pernah diminta untuk bermain di Klub Tjung Hwa (sekarang PS Tunas Jaya), musuh turun-temurun Klub UMS. Di bawah bimbingan instruktur Endang Witarsa (Lim Sun Yu), prestasi Thio Him Tjiang semakin bersinar. Ia bukan hanya berprestasi di UMS melainkan juga masuk menjadi pemain inti Persija dan tim nasional PSSI.
Thio Him Tjiang yang bermain sebagai gelandang, memperkuat Tim Merah Putih selama 8 tahun (1951-1958). Setelah pensiun sebagai pemain, Ia tidak mau melanjutkan karier sebagai instruktur sebagaimana teman-temannya yang lain. Thio Him Tjiang tetap memegang teguh prinsip: ingin dikenang sebagai pemain sepak bola saja bukan sebagai instruktur sepak bola
Thio Him Tjiang (lahir di Jakarta, 28 Agustus 1929; umur 84 tahun) yaitu seorang pemain sepak bola Indonesia di kala tahun 1950an. Ia merupakan atlet berprestasi hasil binaan Klub Union Makes Strength (UMS), salah satu klub sepak bola tertua di Indonesia dan klub yang tergabung dalam Persija Jakarta.
Thio Him Tjiang besar dan tumbuh dari keluarga pemain sepak bola. Ayahnya, Thio Kioe Sen, yaitu pemain UMS. Thio Kioe Sen mempunyai tujuh anak, enam lelaki dan satu perempuan. Semua anak lelakinya; Thio Him Gwan, Thio Him Tjiang, Thio Him Toen, Thio Him Eng, Thio Him Boen, dan Thio Him Hok yaitu pemain UMS. Namun di antara semuanya yang paling populer yaitu Thio Him Tjiang.
Thio Him Tjiang dikenal sebagai orang yang mempunyai loyalitas tinggi. Ia tetap setia bermain untuk UMS walaupun pernah diminta untuk bermain di Klub Tjung Hwa (sekarang PS Tunas Jaya), musuh turun-temurun Klub UMS. Di bawah bimbingan instruktur Endang Witarsa (Lim Sun Yu), prestasi Thio Him Tjiang semakin bersinar. Ia bukan hanya berprestasi di UMS melainkan juga masuk menjadi pemain inti Persija dan tim nasional PSSI.
Thio Him Tjiang yang bermain sebagai gelandang, memperkuat Tim Merah Putih selama 8 tahun (1951-1958). Setelah pensiun sebagai pemain, Ia tidak mau melanjutkan karier sebagai instruktur sebagaimana teman-temannya yang lain. Thio Him Tjiang tetap memegang teguh prinsip: ingin dikenang sebagai pemain sepak bola saja bukan sebagai instruktur sepak bola
19.Widodo Cahyono Putro:
Widodo Cahyono Putro (lahir di Cilacap, Jawa Tengah, 8 November 1970; umur 43 tahun) yaitu seorang instruktur dan pemain sepak bola legendaris Indonesia.[ Posisinya ketika bermain yaitu penyerang. Widodo seangkatan dengan Rocky Putiray, Joko Susilo, dan Aji Santoso.Widodo mengawali sebagai pemain profesional di klub Galatama, Warna Agung (1990–1994). Bakatnya ditemukan oleh Endang Witarsa. Setelah itu ia pindah ke Petrokimia Putra Gresik, hingga 1998. Di Klub inilah penampilan Widodo semakin meningkat dan ia menjadi pecahan dari Tim nasional sepak bola Indonesia hingga ia meraih prestasi hasil dari tendangan saltonya ketika melawan Kuwait yang dinobatkan sebagai gol terbaik Piala Asia AFC 1996. Setelah selama empat tahun ia pindah ke Persija Jakarta hingga 2002. Setelah dari Persija Jakarta ia kembali ke Petrokimia Putra Gresik hingga gantung sepatu dan menjadi seorang instruktur di klub tersebut.
Widodo Cahyono Putro (lahir di Cilacap, Jawa Tengah, 8 November 1970; umur 43 tahun) yaitu seorang instruktur dan pemain sepak bola legendaris Indonesia.[ Posisinya ketika bermain yaitu penyerang. Widodo seangkatan dengan Rocky Putiray, Joko Susilo, dan Aji Santoso.Widodo mengawali sebagai pemain profesional di klub Galatama, Warna Agung (1990–1994). Bakatnya ditemukan oleh Endang Witarsa. Setelah itu ia pindah ke Petrokimia Putra Gresik, hingga 1998. Di Klub inilah penampilan Widodo semakin meningkat dan ia menjadi pecahan dari Tim nasional sepak bola Indonesia hingga ia meraih prestasi hasil dari tendangan saltonya ketika melawan Kuwait yang dinobatkan sebagai gol terbaik Piala Asia AFC 1996. Setelah selama empat tahun ia pindah ke Persija Jakarta hingga 2002. Setelah dari Persija Jakarta ia kembali ke Petrokimia Putra Gresik hingga gantung sepatu dan menjadi seorang instruktur di klub tersebut.
20.Ricky Yacob:
Ricky Yacob (lahir di Medan, Sumatera Utara, 12 Maret 1963; umur 50 tahun) yaitu seorang pemain sepak bola legendaris Indonesia
Masa keemasan Ricky Yacob terjadi pada paruh kedua dekade 1980-an. Karier sepak bolanya banyak dihabiskan bersama klub Arseto Solo. Selain itu ia pernah memperkuat PSMS Medan sewaktu merebut Piala Suratin. Ia selalu bersaing dengan Bambang Nurdiansyah (Krama Yudha/Pelita Jaya) untuk memperebutkan satu kawasan di tim nasional. Kini, Ricky Yacob lebih dikenal dengan nama Ricky Yacobi, ejaan nama yang diperolehnya ketika bermain di Liga Jepang.
Selama bermain di Indonesia, Ricky tidak pernah membawa klubnya menjadi juara (Galatama/Liga Indonesia). Namun, ia sempat dua kali turut mempersembahkan medali emas SEA Games pada tahun 1987
Ricky Yacob (lahir di Medan, Sumatera Utara, 12 Maret 1963; umur 50 tahun) yaitu seorang pemain sepak bola legendaris Indonesia
Masa keemasan Ricky Yacob terjadi pada paruh kedua dekade 1980-an. Karier sepak bolanya banyak dihabiskan bersama klub Arseto Solo. Selain itu ia pernah memperkuat PSMS Medan sewaktu merebut Piala Suratin. Ia selalu bersaing dengan Bambang Nurdiansyah (Krama Yudha/Pelita Jaya) untuk memperebutkan satu kawasan di tim nasional. Kini, Ricky Yacob lebih dikenal dengan nama Ricky Yacobi, ejaan nama yang diperolehnya ketika bermain di Liga Jepang.
Selama bermain di Indonesia, Ricky tidak pernah membawa klubnya menjadi juara (Galatama/Liga Indonesia). Namun, ia sempat dua kali turut mempersembahkan medali emas SEA Games pada tahun 1987
21.Andi Ramang:
Andi Ramang (lahir di Sulawesi Selatan, 24 April 1924 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 26 September 1987 pada umur 63 tahun) yaitu pemain sepak bola Indonesia dari PSM Makassar yang populer pada tahun 1950-an. Ia berposisi sebagai penyerang. Dia pernah mengantarkan PSM ke tangga juara pada kala Perserikatan serta pernah memperkuat tim nasional sepak bola Indonesia.Ramang mulai memperkuat PSM Makassar pada tahun 1947, waktu itu masih berjulukan Makassar Voetbal Bond (MVB). Melalui sebuah klub berjulukan Persis (Persatuan sepak bola Induk Sulawesi) ia ikut kompetisi PSM. Pada sebuah pertandingan, ia mencetak sebagian besar gol dan menciptakan klubnya menang 9-0.
nah, sekian dari admin, agar semangat yang diberikan oleh para legenda sepak bola Indonesia sanggup menjadi motivasi bagi pemain muda masa kini. Salam sepak bola.